Kamis, 23 Juni 2016

PRINSIP HIDUP NEGARA INDONESIA DAN SINGAPURA

PRINSIP HIDUP NEGARA INDONESIA DAN SINGAPURA
Prinsip Hidup Negara Indonesia

Perbedaan budaya dan etnis penduduk Indonesia sangat besar. Hal ini terjadi antara lain karena banyaknya suku bangsa yang mendiami kepulauan di Indonesia. Kelompok-kelompok penduduk yang saling berbeda ini memiliki keistimewaan masing-masing yang sekaligus menjadi ciri-ciri khas regional daerah tersebut.
Masing-masing suku juga  memiliki kebanggaan, kelemahan,  juga nilai-nilai  dan norma-norma. Semua ini dapat terlihat dalam kebiasaan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Tentunya di antara perbedaan itu juga ada kesamaan, karena pada dasarnya mereka berasal dari satu bangsa. Bangsa Indonesia.


 1. Terima nasib

Prinsip Hidup Negara Indonesia
Satu dasar pemikiran yang mempercayai bahwa bersamaan dengan kelahiran,  factor nasib seseorang sudah ditentukan. Biasanya factor nasib dalam kehidupan  akan muncul di permukaan bila sesuatu yang tidak  menyenangkan terjadi pada seseorang. Dalam hal ini sikap yang akan diambil oleh yang bersangkutan adalah:” Ya, sudahlah. Terima saja nasibmu. Itu sudah takdir dalam kehidupanmu”.
2. Hierarki
Seseorang yang dapat menerima adanya factor nasib akan mudah menerima adanya faktor hierarki dalam kehidupannya. Suatu ketidak samaan adalah hal yang biasa. Suatu pekerjaan yang fungsinya “mengerjakan”sesuatu untuk orang lain dalam hal ini bukanlah dianggap sebagai hal yang merendahkan diri. Jadi pekerjaan semacam supir, koki, baby sitter,  bukanlah pekerjaan yang hina.
Pekerjaan yang harus disyukuri karena mungkin memang sudah menjadi bagian dari hidupnya. Sudah menjadi nasibnya. Untuk dapat menimbulkan rasa bersyukur atas apa yang dimilikinya, biasanya sejak kecil telah diajari  untuk tidak selalu melihat “ke atas”, tetapi sering-sering melihat “ke bawah”.
3. Rasa Hormat dan menghormati
Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah Negara yang penduduknya sangat menghargai  norma-norma dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-harinya. Di Indonesia kehormatan adalah salah satu  hal yang sangat penting dalam kehidupan sehari-harinya. Bila kehormatan seseorang dilanggar maka dia akan menjadi malu. Dan karena rasa malu ini bisa menyebabkan dia menjadi mata gelap.
Salah satu contoh yang jelas adalah, betapa tersinggung dan malunya seorang warga Bugis yang dalam tidurnya kentut kecil tetapi entah karena bunyinya yang terdengar aneh atau karena hal yang lain, yang hadir dan mendengarnya semuanya tertawa… Akibatnya dia mengambil parangnya dan dengan membabi buta menusuk  dan melukai beberapa yang hadir.
4. Halus
Satu kebiasaan sikap yang pada awalnya termasuk dalam tata tertib kehidupan “istana” dan kalangan atas. Kebiasaan ini dilakukan terutama untuk menghormati “rajanya”. Suatu sikap yang halus sebetulnya juga berhubungan erat dengan olah batiniah dan latar belakang social ekonomi serta pendidikan seseorang.
Dengan melalui olah batin ini,  akan mudah dicapai suatu sikap hidup yang lembut misalnya:  Lembut berbicara, tidak terlalu mengumbar kata, menghindari rasa cepat marah, sopan santun pada sesamanya dan tidak kasar dalam berkata dan bertindak. Belajar mengendalikan diri dan hidup dengan dasar “relativering” sangat mendukung prinsip dan sikap  hidup yang halus.
Keadaan lingkungan sosial ekonomi seseorang sangat mempengaruhi kebiasaan kehidupannya. Juga pendidikan memberikan sumbangan dalam cara berpikir dan berperilaku pada seseorang.
Seseorang yang tidak terlalu banyak bicara di Indonesia, bukanlah hal yang aneh. Justru dengan sikapnya itu kita bisa melihat sifat bijaksana yang dimilikinya. Misalnya, seseorang tidak perlu menggunakan kata-kata kasar, atau mencaci buta dan membentak-bentak orang lain untuk menyatakan ketidak setujuannya.
Gunakan cara yang halus dan sesubtiel mungkin’,  karena dengan cara ini, saya yakin akan lebih bisa mencapai sasarannya.  Daaaannn, tidak akan terjadi perang… Tentu semua ada kekecualiannya..
5. Anti-individualisme
Sebetulnya setiap orang Indonesia merasa dirinya menjadi anggota dari suatu kelompok tertentu. Sangat mustahil kalau seseorang tidak membutuhkan kehadiran orang lain. Apapun alasannya. Bisa kita bayangkan, bagaimana  bisa berdiskusi kalau seseorang mengatakan saya tidak perlu kehadiran orang lain. Nanti khan dia akan meracu sendiri. Dan bisa-bisa jadi penghuni Rumah Edan di Heillo.
Kelompok yang terpenting dalam hal ini adalah: Keluarga. Siapa yang kehilangan rasa hormatnya entah karena kesalahan sendiri atau karena kesalahan orang lain, akan mempermalukan seluruh anggota keluarga yang bersangkutan. Misalnya, kasus perceraian. Keluarga menjadi marah besar karena khawatir bahwa perceraian itu akan menghancurkan nama baik keluarga, atau karena perceraian itu akan merusak status keluarga dalam kehidupan kemasyarakatannya…




Singapura (nama resmi: Republik Singapura) adalah sebuah negara pulau di lepas ujung selatan Semenanjung Malaya, 137 kilometer (85 mi) di utara khatulistiwa di Asia Tenggara. Negara ini terpisah dari Malaysia oleh Selat Johor di utara, dan dari Kepulauan Riau, Indonesia oleh Selat Singapura di selatan. Singapura adalah pusat keuangan terdepan keempat di dunia dan sebuah kota dunia kosmopolitan yang memainkan peran penting dalam perdagangan dan keuangan internasional. Pelabuhan Singapura adalah satu dari lima pelabuhan tersibuk di dunia.

1. Pendiri negara yang hebat
Singapura bersyukur memiliki founding fathers hebat seperti Lee Kuan Yew, S. Rajaratnam, dan Goh Keng Swee. Ketiga orang ini luar biasa. Mereka pintar dan mendedikasikan hidup mereka sepenuhnya untuk kebaikan orang-orang Singapura.

2. Menerapkan sistem meritokrasi
Singapura sukses karena sejak awal para pendiri bangsa menerapkan sistem meritokrasi. Mereka menempatkan orang-orang pilihan untuk memimpin bangsa dan memberlakukan meritokrasi sebagai dasar bagi pelayanan publik. Lee Kuan Yew sendiri menegaskan bahwa kepemimpinan politik yang kuat membutuhkan pelayan publik yang netral, efisien dan jujur. Mereka dipilih dan mendapat kenaikan pangkat atas dasar merit, atau kinerja mereka.

Mereka (para PNS) ini harus menjalani prinsip pembangunan bangsa yang sama dan bekerja sesuai tujuan dari para pemimpin politik. Mereka juga mendapat upah yang sesuai, sehingga sanggup melawan godaan untuk korupsi. Lembaga khusus dibentuk untuk mengakses karakter pegawai, dan memberikan beasiswa kepada calon-calon yang terbaik. 

3. Mau belajar dari negara lain
Singapura sukses karena para pemimpinnya tidak malu untuk belajar dari negara lain. Singapura adalah negara yang paling pragmatis di dunia dan berhasil mengadopsi solusi yang ditawarkan oleh negara lain. Bahkan sekarang, program pendidikan Lee Kuan Yew didedikasikan untuk menyebarluaskan praktek-praktek terbaik di Singapura ke negara-negara berkembang. 

4.Politik luar negeri yang pragmatis
Sebagai negara kecil Singapura tidak kaku dalam politik luar negerinya (non-blok). Misalnya, selama Perang Dingin, Singapura menjadi sahabat bagi Amerika Serikat, namun tidak menutup diri bagi Uni Soviet (Rusia), bahkan tetap membolehkan kapal-kapal Rusia bersandar di Singapura. Menteri Luar Negeri Singapura kala itu S. Rajaratnam dalam pidatonya di PBB mengatakan bahwa Singapura ingin hidup secara damai dengan negara-negara tetangga, karena Singapura akan rugi jika berperang melawan mereka. 

5. Memulai dengan kesuksesan kecil
Kesuksesan Singapura terletak pada keterfokusan para pemimpinnya untuk berhasil dalam hal-hal kecil namun yang memiliki efek perubahan yang besar. Bahkan pada masa-masa awal, ada pemimpin yang mengatakan bahwa apabila mereka bisa membuat sebuah pipa air hadir di sebuah desa, maka semua warga desa akan mendukung mereka.

Pemimpin Singapura percaya bahwa kemajuan tidak bisa dicapai hanya melalui reformasi besar-besaran. Langkah-langkah kecil yang memiliki dampak besar pada kehidupan orang sehari-hari sangat perlu untuk memastikan bahwa kemajuan terjadi dalam cara yang manfaatnya dirasakan. 

6. Tidak bergantung pada bantuan luar negeri
Singapura tidak bergantung pada bantuan luar negeri (foreign aid) untuk mencapai tujuan pembangunan. Para pemimpin Singapura di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew, melihat bahwa bantuan besar-besaran yang berasal dari luar negeri, tidak akan membantu. Karena sebagian besar (sekitar 80%) dari bantuan tersebut kembali ke negara asal, berupa pengeluaran administrasi, biaya konsultasi, dan kontrak bagi korporasi dari negara donor.

Dengan demikian, secara faktual hanya sedikit bantuan yang sebenarnya. Singapura selalu tidak percaya dengan bantuan luar negeri, tapi sangat percaya pada perdagangan dan investasi. Jadi ketika negara lain membendung investasi, Singapura membuka pintu lebar-lebar untuk investasi. Dan hasilnya sangat luar biasa: Singapura menjadi negara maju.

7. Kebijakan yang merangkul semua etnis
Kelompok suku utama di Singapura adalah Cina, Melayu, India, tapi masih banyak lainnya. Dan untuk merangkul semua suku, pemerintah menetapkan empat bahasa resmi yakni Inggris, Mandarin, Melayu, dan Tamil. Tujuannya agar semua orang merasa bagian dari Singapura.

8. Berpikir jauh ke depan
Para pemimpin Singapura seperti Lee Kuan Yew dan Goh Keng Swee percaya pada visi jangka panjang. Misalnya perjanjian menyangkut penyediaan air dengan Malaysia selama 100 tahun yang dilakukan tahun 1961.

Selama perjanjian itu berjalan Singapura terus membangun tempat penampungan dan penyulingan air serta fasilitas reklamasi air. Hebatnya lagi, tahun 2013 pemerintah mengumumkan bahwa Singapura sudah mandiri air, bahkan jauh sebelum perjanjian itu berakhir. 

9. Menghindari langkah populis
Singapura menentang sistem ‘welfare state’ atau negara kesejahteraan. Dalam sistem semacam ini negara harus ikut campur, memberikan bantuan sana-sini, dan bisa mengambil alih tugas seorang kepala keluarga yang harus bekerja untuk menafkahi keluarganya. Lee Kuan Yew sejak awal mengatakan bahwa sistem kesejahteraan menghilangkan kemandirian orang karena bergantung pada negara.

Namun demikian, Singapura menemukan cara tersendiri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat yakni dengan menginvestasi pada pendidikan, jaminan kesehatan, tempat tinggal dan transportasi yang terjangkau. Pemerintah juga menetapkan dana wajib melalui Central Provident Fund, di mana setiap pekerja setelah menerima gaji menyimpan sejumlah uang yang kemudian bisa digunakan untuk membeli rumah, biaya kesehatan, dan terutama uang pensiun. 

10. Kejujuran
Para pemimpin Singapura sejak masa-masa awal berdirinya negara ini sudah menekankan sikap jujur, bahkan sangat jujur. Mahbabuni berkisah bahwa tahun 1975, ada seorang menteri diajak oleh temannya seorang pengusaha untuk pergi berlibur bersama. Menteri tersebut menolak ikut dengan alasan tidak punya uang. Lalu pengusaha tersebut menawarkan akan membiayai dia. Lalu dia pun pergi. Akan tetapi ketika dia pulang, dia ditahan.

Bagi Singapura, kejujuran sangat penting karena warganya dan para investor akan percaya bahwa kebijakan yang diambil pemerintah bukan untuk kepentingan para elit politik, tapi memiliki tujuan untuk mensejahterakan rakyat.

Jika pemerintah jujur, rakyat dan investor akan merasa yakin dengan kepemimpinan mereka. Kejujuran juga menciptakan kestabilan politik yang memberikan ketenangan bagi para investor. Kejujuran para pemimpin Singapura telah membawanya pada tangga sukses menjadi negara yang maju.

Sumber :
Kutipan di atas sering kita dengar dalam versi lain, “Right or wrong is My Country”. Pepatah inilah yang terlintas di benak saya ketika tersiar kabar bahwa ada ‘singgungan’ lagi antara Indonesia dengan Malaysia di garis terdepan Selat Malaka. Saya, usia 21 tahun, Warga Negara Indonesia, sangat terenyuh mendengar kabar yang cukup diangkat menjadi berita di media massa nasional. Disebutkan bahwa Kapal Patroli 001 “Hiu” milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)-RI berhasil menangkap dua kapal nelayan berbendera Malaysia. Dua kapal nelayan beserta 10 Anak Buah Kapal (ABK)-nya tersebut kemudian ditahan di Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) Belawan, Sumatra Utara. Tuduhan yang dikenakan pada dua kapal tersebut tidak main-main. Kedua kapal tersebut didapati masuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar wilayah Selat Malaka. Kedua kapal tersebut juga didapati sedang menangkap ikan di wilayah tersebut. Parahnya lagi, penangkapan (baca: pencurian) ikan tersebut dilakukan dengan trawl (pukat harimau). Jala jenis tersebut merupakan alat tangkap ikan yang secara yuridis dilarang, termasuk oleh hukum negara kita, karena dapat merusak lingkungan. Celah-celah yang sangat rapat pada pukat harimau dapat membuat ikan-ikan yang masih kecil atau masih jauh dari umurnya dapat tertangkap. Hal itu dapat membuat kerusakan ekosistem suatu wilayah perairan, dalam bentuk gangguan pada daur hidup ikan dan ketersediaan jumlah ikan di perairan tersebut. Tindakan memalukan tersebut lantas seolah tampak berubah menjadi sebuah peristiwa heroik, dengan hadirnya empat helikopter Tentara Diraja Malaysia dari Kesatuan Marinir. Saya, 21 tahun, Warga negara Indonesia, kembali terenyuh menonton peristiwa tersebut, baik dari televisi maupun internet. Helikopter-helikopter tersebut tampak melakukan interception (pencegatan) dari udara, mendekati kapal “Hiu” milik KKP dan berusaha memaksa pihak KKP untuk melepaskan dua kapal berbendera Malaysia tersebut. Kita semua harus mengapresiasi tindakan DKP, yang ternyata tetap menangkap kedua kapal nelayan tersebut untuk menuntut pertanggungjawaban hukum atas tindakan mereka dan mampu mengatasi ‘ancaman’ dari Helikopter Marinir Malaysia. Semoga kita menjadi bangsa yang tak cepat lupa dengan sejarah. Peristiwa di atas bukan pertama kalinya terjadi. Kasus-kasus serupa pernah terjadi sebelumnya. Tentu belum lepas dari ingatan kita pada beberapa hari sebelum peringatan HUT RI ke-65 tahun lalu. Pada waktu itu, tiga staf KKP dan kapalnya ditahan oleh Kapal Patroli Polisi Diraja Malaysia dengan tuduhan melanggar batas wilayah mereka. Hal itu terjadi hanya beberapa waktu berselang setelah para staf KKP tersebut menangkap nelayan Malaysia yang kedapatan mencuri ikan di Perairan Bintan, Kepri. Seolah-olah, pihak Polisi Diraja Malaysia melakukan reaksi balik setelah didapati kapal nelayan dari negara mereka ada yang tertangkap. Lepas dari persoalan hukum internasional dalam batas-batas antara Indonesia dan Malaysia yang belum disepakati oleh pemerintah kedua negara, kita tentu tak hanya prihatin seperti yang sering diucapkan elite negeri ini. Kita pasti merasa miris, ketika mendengar perairan kita dimasuki kapal nelayan asing, yang leluasa menangkap ikan serta memakai alat yang ilegal dan merusak lingkungan pula. Namun kita tentu lebih miris melihat tindakan heroik Tentara Diraja Malaysia melakukan pencegatan dan menuntut kapal nelayan berbendera negara mereka untuk dibebaskan. Kita akan lebih miris lagi jika melihat kenyataan bahwa Pemerintah Malaysia sampai mengirim nota protes kepada Pemerintah Indonesia. Bahkan, Menteri Luar Negeri Malaysia sampai mengatakan bahwa Pemerintah Malaysia “tidak habis pikir” dengan tindakan penagkapan tersebut. Lepas dari siapa yang benar dan siapa yang melanggar hukum atau peraturan tertentu, Malaysia untuk kesekian kalinya menohok kita, tentang siapa yang lebih menjadi ‘negara betulan.’ Persoalan benar atau salah, mematuhi atau melanggar, menjadi pertimbangan yang masih di urutan kesekian bagi sebuah negara dan pemerintahnya pada situasi tertentu. Yang nomor satu, tentu saja perlindungan bagi warga negara serta instrumen ataupun aset yang terkait dengannya. Di samping itu, tetap apresiasi bagi para staf KKP terkait yang telah memberi contoh dalam keberanian dan konsistensi penegakkan hukum di wilayah perairan negara kita, di tengah situasi krisis kepemimpinan yang sedang mendera elite pemerintahan di negara kita. Di tengah maraknya bersinggungannya kembali Indonesia-Malaysia dalam peristiwa di atas, kita tentu tak bisa memalingkan batin kita pada 20 awak kapal Sinar Kudus yang telah disandera hampir sebulan lamanya oleh Perompak Somalia. Sebagai seorang warga negara biasa, saya hanya berharap semoga pemerintah kita dan pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini PT Samudera Indonesia berupaya keras untuk mencari solusi pembebasan mereka. Ingat, para awak kapal dan kaptennya yang tengah disandera itu bukan perompak, mereka pahlawan devisa bagi negara kita. Semoga pada persoalan ini pemerintah kita mampu mengupayakan negara kita menjadi ‘negara betulan,’ mengupayakan berbagai kemungkinan yang jitu dan segera demi keselamatan mereka yang disandera, terlepas dari “right,” ”wrong,” serta basa-basi yang hanya merupakan kosmetik belaka. Patut diingat, menurut penuturan Kapten Kapal Slamet Djauhari, kondisi beberapa awak kapal Sinar Kudus berada dalam keadaan sakit, di tengah kondisi logistik yang kian menipis Sekalipun ungkapan ini terdengar seram, “Right or Wrong is My Country” merupakan motivasi dan pendorong yang begitu kuat bagi sebuah negara dan pemerintahnya, terutama dalam melindungi segenap negara dan warga negaranya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/johann.nindito.adisuryo/indonesia-malaysia-dan-prinsip-negara-betulan_5500acaca333117c6f511bee
Kutipan di atas sering kita dengar dalam versi lain, “Right or wrong is My Country”. Pepatah inilah yang terlintas di benak saya ketika tersiar kabar bahwa ada ‘singgungan’ lagi antara Indonesia dengan Malaysia di garis terdepan Selat Malaka. Saya, usia 21 tahun, Warga Negara Indonesia, sangat terenyuh mendengar kabar yang cukup diangkat menjadi berita di media massa nasional. Disebutkan bahwa Kapal Patroli 001 “Hiu” milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)-RI berhasil menangkap dua kapal nelayan berbendera Malaysia. Dua kapal nelayan beserta 10 Anak Buah Kapal (ABK)-nya tersebut kemudian ditahan di Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) Belawan, Sumatra Utara. Tuduhan yang dikenakan pada dua kapal tersebut tidak main-main. Kedua kapal tersebut didapati masuk ke dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di sekitar wilayah Selat Malaka. Kedua kapal tersebut juga didapati sedang menangkap ikan di wilayah tersebut. Parahnya lagi, penangkapan (baca: pencurian) ikan tersebut dilakukan dengan trawl (pukat harimau). Jala jenis tersebut merupakan alat tangkap ikan yang secara yuridis dilarang, termasuk oleh hukum negara kita, karena dapat merusak lingkungan. Celah-celah yang sangat rapat pada pukat harimau dapat membuat ikan-ikan yang masih kecil atau masih jauh dari umurnya dapat tertangkap. Hal itu dapat membuat kerusakan ekosistem suatu wilayah perairan, dalam bentuk gangguan pada daur hidup ikan dan ketersediaan jumlah ikan di perairan tersebut. Tindakan memalukan tersebut lantas seolah tampak berubah menjadi sebuah peristiwa heroik, dengan hadirnya empat helikopter Tentara Diraja Malaysia dari Kesatuan Marinir. Saya, 21 tahun, Warga negara Indonesia, kembali terenyuh menonton peristiwa tersebut, baik dari televisi maupun internet. Helikopter-helikopter tersebut tampak melakukan interception (pencegatan) dari udara, mendekati kapal “Hiu” milik KKP dan berusaha memaksa pihak KKP untuk melepaskan dua kapal berbendera Malaysia tersebut. Kita semua harus mengapresiasi tindakan DKP, yang ternyata tetap menangkap kedua kapal nelayan tersebut untuk menuntut pertanggungjawaban hukum atas tindakan mereka dan mampu mengatasi ‘ancaman’ dari Helikopter Marinir Malaysia. Semoga kita menjadi bangsa yang tak cepat lupa dengan sejarah. Peristiwa di atas bukan pertama kalinya terjadi. Kasus-kasus serupa pernah terjadi sebelumnya. Tentu belum lepas dari ingatan kita pada beberapa hari sebelum peringatan HUT RI ke-65 tahun lalu. Pada waktu itu, tiga staf KKP dan kapalnya ditahan oleh Kapal Patroli Polisi Diraja Malaysia dengan tuduhan melanggar batas wilayah mereka. Hal itu terjadi hanya beberapa waktu berselang setelah para staf KKP tersebut menangkap nelayan Malaysia yang kedapatan mencuri ikan di Perairan Bintan, Kepri. Seolah-olah, pihak Polisi Diraja Malaysia melakukan reaksi balik setelah didapati kapal nelayan dari negara mereka ada yang tertangkap. Lepas dari persoalan hukum internasional dalam batas-batas antara Indonesia dan Malaysia yang belum disepakati oleh pemerintah kedua negara, kita tentu tak hanya prihatin seperti yang sering diucapkan elite negeri ini. Kita pasti merasa miris, ketika mendengar perairan kita dimasuki kapal nelayan asing, yang leluasa menangkap ikan serta memakai alat yang ilegal dan merusak lingkungan pula. Namun kita tentu lebih miris melihat tindakan heroik Tentara Diraja Malaysia melakukan pencegatan dan menuntut kapal nelayan berbendera negara mereka untuk dibebaskan. Kita akan lebih miris lagi jika melihat kenyataan bahwa Pemerintah Malaysia sampai mengirim nota protes kepada Pemerintah Indonesia. Bahkan, Menteri Luar Negeri Malaysia sampai mengatakan bahwa Pemerintah Malaysia “tidak habis pikir” dengan tindakan penagkapan tersebut. Lepas dari siapa yang benar dan siapa yang melanggar hukum atau peraturan tertentu, Malaysia untuk kesekian kalinya menohok kita, tentang siapa yang lebih menjadi ‘negara betulan.’ Persoalan benar atau salah, mematuhi atau melanggar, menjadi pertimbangan yang masih di urutan kesekian bagi sebuah negara dan pemerintahnya pada situasi tertentu. Yang nomor satu, tentu saja perlindungan bagi warga negara serta instrumen ataupun aset yang terkait dengannya. Di samping itu, tetap apresiasi bagi para staf KKP terkait yang telah memberi contoh dalam keberanian dan konsistensi penegakkan hukum di wilayah perairan negara kita, di tengah situasi krisis kepemimpinan yang sedang mendera elite pemerintahan di negara kita. Di tengah maraknya bersinggungannya kembali Indonesia-Malaysia dalam peristiwa di atas, kita tentu tak bisa memalingkan batin kita pada 20 awak kapal Sinar Kudus yang telah disandera hampir sebulan lamanya oleh Perompak Somalia. Sebagai seorang warga negara biasa, saya hanya berharap semoga pemerintah kita dan pihak-pihak yang terkait, dalam hal ini PT Samudera Indonesia berupaya keras untuk mencari solusi pembebasan mereka. Ingat, para awak kapal dan kaptennya yang tengah disandera itu bukan perompak, mereka pahlawan devisa bagi negara kita. Semoga pada persoalan ini pemerintah kita mampu mengupayakan negara kita menjadi ‘negara betulan,’ mengupayakan berbagai kemungkinan yang jitu dan segera demi keselamatan mereka yang disandera, terlepas dari “right,” ”wrong,” serta basa-basi yang hanya merupakan kosmetik belaka. Patut diingat, menurut penuturan Kapten Kapal Slamet Djauhari, kondisi beberapa awak kapal Sinar Kudus berada dalam keadaan sakit, di tengah kondisi logistik yang kian menipis Sekalipun ungkapan ini terdengar seram, “Right or Wrong is My Country” merupakan motivasi dan pendorong yang begitu kuat bagi sebuah negara dan pemerintahnya, terutama dalam melindungi segenap negara dan warga negaranya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/johann.nindito.adisuryo/indonesia-malaysia-dan-prinsip-negara-betulan_5500acaca333117c6f511bee
x
KEMISKINAN DI INDONESIA
 
I.     ABSTRACT
Writing a scientific paper aims to look at a picture of poverti is a phenomenon and the facts that occured in the country of Indonesia, which had always been a problem untilnow still not be resolved either by the central and local goverment. Poverty as aterrible scourge thet continues to undermine the economy an society. This should be ereflektion of its own for the Indonesia goverment to be able to keep trying and trying to overcome these problems.true indeed various attempts have been made by the goverment to cope with or overcome the problems of poverty, but still the problem of poverty can not be resolved. Many things can be factors of poverty are : Natural Resources, HR, Education, Employment, and many other factors that contributed to the problem of poverty. Poverty theoritically be regarded as a phenomenon in whichpeople’s lives in a country still very poor (low), where people are not able to meet thenecessities of life it deserves.
Keyword:   Phenomena and Facts, Factors Affecting.
I.     ABSTRAK
Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk melihat gambaran tentang kemiskinan yang merupakan sebuah fenomena dan fakta yang terjadi di negara Indonesia, sebuah masalah yang sejak dulu hingga sekarang masih juga belum bisa teratasi baik oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah. Kemiskinan seakan menjadi momok yang mengerikan dan terus merongrong keadaan ekonomi masyarakat. Hal ini sudah seharusnya menjadi sebuah cerminan tersendiri bagi pemerintah indonesia untuk dapat terus berusaha dan berupaya mengatasi permasalahan tersebut. Benar memang Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi atau mengatasi masalah kemiskinan, akan tetapi tetap saja permasalahan kemiskinan belum dapat teratasi. Banyak hal yang menjadi faktor penyebab kemiskinan diantaranya : SDA, SDM, Pendidikan, Lapangan Pekerjaan, dan masih banyak lagi faktor-faktor lain yang menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan.  secara teoritis kemiskinan dikatakan sebagai sebuah fenomena dimana taraf hidup masyarakat didalam sebuah negara masih sangat memprihatinkan (rendah), dimana masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup yang selayaknya.
Kata Kunci :  Fenomena dan Fakta, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
II.  PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah/negara indonesia adalah kemiskinan, dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan tersebut, padahal setiap mereka yang memimpin Negara Indonesia selalu membawa kemiskinan sebagai misi utama mereka disamping misi-misi yang lain.
Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1), mengatakan bahwa upaya menurunkan tingkat kemiskinan telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
 Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat krisis ekonomi pada tahun 1998. Namun ketika pertumbuhan ekonomi yang sempat menurun akibat krisis dapat teratasi dan dapat dipulihkan, kemiskinan tetap saja sulit untuk ditanggulangi. Pada tahun 1999,  27% dari total penduduk Indonesia berada dalam kemiskinan. Sebanyak 33,9% penduduk desa dan 16,4% penduduk kota adalah orang miskin. Krisnamurthi dalam Nyayu Neti Arianti, dkk, (2004:3).
Salah satu prasyarat keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah dengan cara mengidentifikasi kelompok sasaran dan wilayah sasaran dengan tepat. Program pengentasan dan pemulihan nasib orang miskin tergantung dari langkah awal yaitu ketetapan mengidentifikasi siapa yang dikatakan miskin dan di mana dia berada. Aspek di mana “si miskin” dapat ditelusuri melalui si miskin itu sendiri serta melalui pendekatan-pendekatan profil wilayah atau karakter geografis.
pada masa kepemimpinan SBY pemerintah indonesia juga meluncurkan program penanggulangan kemiskinan seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), KUR (Kredit Usaha Rakyat), pengembangan UMKM, PNPM Mandiri, dan masih banyak program-program lainnya, akan tetapi belum mampu mementaskan masyarakat indonesia dari jurang kemiskinan yang semakin hari semakin menyiksa dan menganiaya. Keadaan ini sudah seharusnya menjadi sebuah evaluasi diri bagi pemerintah untuk dapat terus merencanakan serta mengambil sebuah kebijakan yang dapat membawa indonesia keluar dari jurang kemiskinan. Tidak penulis pungkiri memang, bahwa usaha pemerintah dalam penanggulangan masalah kemiskinan sangatlah serius, bahkan merupakan salah satu program prioritas akan tetapi hasilnya belum cukup memuaskan.
Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional, Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu (M. Nasir, dkk, dalam Adit Agus Prastyo, 2010:18).
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan ada dua strategi utama yang harus ditempuh oleh pemerintah. Pertama, melindungi keluarga dan kelompok masyarakat miskin melalui pemenuhan kebutuhan pokok mereka. Kedua, memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan untuk melakukan usaha dan mencegah terjadinya kemiskinan baru.
Faktor mendasar yang menyebabkan kemiskinan diantaranya: SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin, sehingga dimensi tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Kemiskinan terjadi karena kemampuan masyarakat pelaku ekonomi tidak sama, sehingga terdapat masyarakat yang tidak dapat ikut serta dalam proses pembangunan atau menikmati hasil-hasil pembangunan. Soegijoko, (1997:137). Dengan kata lain yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin menderita.
Berdasarkan permasalahan diatas penulis tertarik menulis karya ilmiah dengan judul “Kemiskinan Di Indonesia, (fenomena dan  fakta).”
III.  METODE PENULISAN
Dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode library riset serta internet.
IV. PEMBAHASAN
4.1. Konsep Dasar
  Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidak mampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. kemiskinan dapat juga dikatakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Dalam kamus ilmiah populer, kata “Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidak seimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
4.2. Kemiskinan Di Indonesia, fenomena Dan Fakta
   permasalahan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan, disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan.
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal, sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
 berdasarkan data Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.(www.ismailrasulong.wordpress.com).
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit. Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
  • tahun 1976 sampai 2007.
jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980. Pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan hingga mencapai sekitar 34,5 juta jiwa (sekitar 24,9 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,6 juta jiwa di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 1990, angka ini menurun sekitar 20,87 persen. Namun, pada tahun 2002 jumlah penduduk miskin kembali meningkat hingga menjadi sekitar 38,4 juta jiwa. Sementara, pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan karena terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.(Badan Pusat Statistik).
  • Tahun 2007–Maret 2008
Analisis tren tingkat kemiskinan antara kondisi Maret 2007 dan Maret 2008 dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tingkat kemiskinan selama setahun terakhir. Garis kemiskinan pada periode Maret 2007-Maret 2008 mengalami peningkatan sebesar 9,56 persen, yaitu dari Rp.166.697,- per kapita per bulan pada Maret 2007 menjadi Rp.182.636,- per kapita per bulan pada Maret 2008. Hal yang sama juga terjadi di perkotaan dan di perdesaan masing-masing meningkat sebesar 9,02 persen dan 10,21 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar 34,96 juta orang (15,42 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2007 yang berjumlah 37,17 juta (16,58 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,21 juta (Tabel 4.3). Jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun lebih tajam dari pada daerah perkotaan. Selama periode Maret 2007-Maret 2008, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,42 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,79 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret 2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan, sementara pada bulan Maret 2008 persentase ini hampir sama yaitu 63,47 persen. (Badan Pusat Statistik).
4.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan menurut para Ahli.
Setiap permasalahan timbul pasti karna ada faktor yang mengiringinya yang menyebabkan timbulnya sebuah permasalahan, begitu juga dengan masalah kemiskinan yang dihadapi oleh negara indonesia. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz dalam Dadan Hudyana (2009:28-29) yaitu :
1).   Pendidikan yang Terlampau Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.
2).   Malas Bekerja
Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.
3).   Keterbatasan Sumber Alam
Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.
4).   Terbatasnya Lapangan Kerja
Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.
5).   Keterbatasan Modal
Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.
6).   Beban Keluarga
Seseorang yang mempunyai anggota keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningakatan pendapatan akan menimbulkan kemiskinan karena semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat tuntutan atau beban untuk hidup yang harus dipenuhi.
Suryadiningrat dalam Dadan Hudayana (2009:30), juga mengemukakan bahwa kemiskinan pada hakikatnya disebabkan oleh kurangnya komitmen manusia terhadap norma dan nilai-nilai kebenaran ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya :
1) keengganan bekerja dan berusaha,
2) kebodohan,
3) motivasi rendah,
4) tidak memiliki rencana jangka panjang,
5) budaya kemiskinan, dan
6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan.
Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat :
1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan
2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.
Kartasasmita dalam Rahmawati (2006:4) mengemukakan bahwa, kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, diantaranya yaitu :
1.  Rendahnya Taraf Pendidikan
Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.
2.  Rendahnya Derajat Kesehatan
Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.
3. Terbatasnya Lapangan Kerja
Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.
4.  Kondisi Keterisolasian
Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
Nasikun dalam Suryawati (2005:5) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :
1) Pelestarian Proses Kemiskinan Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2)    Pola Produksi Kolonial
Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.
3)    Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Adanya unsur manajemen sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
4)    Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus.
5)    Peminggiran Kaum Perempuan
Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.
6)    Faktor Budaya dan Etnik
Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.
V.   KESIMPULAN.
       Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat multidimensional. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu. Kemiskinan harus menjadi sebuah tujuan utama dari penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia, karna aspek dasar yang dapat dijadikan acuan keberhassilan pembangunan ekonomi adalah teratasinya masalah kemiskinan. Pemerintah indonesia harus terus memberdayakan dan membina masyarakat miskin untuk dapat mengelola sumber-sumber Ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kemiskinan, diantaranya, SDM yang rendah, SDA yang tidak dikelolah dengan baik dan benar, pendidikan yang rendah, tidak memiliki pengetahuan untuk mengembangkan sektor-sektor perekonomian baik itu dibidang pertanian maupun dibidang perindustrian, dan masih banyak lagi faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan kemiskinan sebagaimana yang penulis jelaskan diatas.

TUGAS IBD BAB 5-7



BAB 5
MANUSIA DAN PENDERITAAN
A.      PENGERTIAN PENDERITAAN
Berasal dari kata derita, kata derita berassal dari kata sansekerta dhra artinya menahan atau menanggung.menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.
B.      SIKSAAN
Dapat diartikan sebagai siksaan badan atau jasmani dan dapat juga berupa siksaan jiwa atau rohani. Akibat siksaan seseorang timbulh penderitaan.
Siksaan yang sifatnya psikis yaitu
-keseimbangan
-kesepian
-ketakutan
Banyak sebab yang menjadikan seseorang merasa ketakutan antara lain ;
1.      Claustrophobia dan agoraphobia.
Claustrophobia yaitu rasa takut terhadap ruangan tertutup. Agrophobia yaitu ketakutan yang disebabkan seseorang berada ditempat tertutup.
2.      Gamang
Yaitu ketakutan bila seseorang ditempat yang tinggi.
3.      Kegelapan
Merupakan ketakutan bila berada ditempat yang gelap.
4.      Kesakitan
Merupakan ketakutan yang disebabkan oleh rasa sakit yang akan dialami.
5.      Kegagalan
Merupakan ketakutan dari seseorang disebabkan karena merasa bahwa apa yang akan dijalankan mengalami kegagalan.
C.      KEKALUTAN MENTAL
Dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidak mampuan seseorang menghadapi persoalan yang harus diatasi sehingga yang bersangkutan bertingkah secara kurang wajar.
Gejala pemula mengalami kekalutan mental adalah;
a.      Nampak pada jasmani yang sering merasakan pusing,sesak nafas, demam,nyeri pada lambung.
b.      Nampak pada kejiwaannya dengan rasa cemas, ketakutan, patah hati,apatis, cemburu, mudah marah.
Sebab-sebab timbulnya kekalutan mental antara lain;
a.      Kepribadian yang lemah
b.      Terjadinya konflik sosial budaya.
c.       Cara pematangan btin

Proses-proses kekalutan mental yang dialami oleh seseorang mendorong kearah;
a.      Positif
b.      Negatif yaitu mengalami frustasi.
Bentuk frustasi antara lain;
1.      Agresi berupa kemarahan yang berluap-luap akibat emosi yang tidak terkendali.
2.      Regresi yaitu kembali pada pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan (infantil)
3.      Fiksasi adalah peletakan atau pembatasan pada satu pola yang sama (tetap).
4.      Proyeksi merupakan usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan dan sikap-sikap sendiri yang negatif pada orang lain.
5.      Identifikasi adalah menyamakan diri dengan seseorang yang sukses dalam imaginasinya.
6.      Narisme adalah self love yang berlebihan sehingga dirinya merasa lebih superior daripada orang lain.
7.      Autisme adalah gejala menutup diri secara total dari dunia riil.
D.     PENDERITAAN DAN PERJUANGAN
Penderitaan adalah bagian kehidupan manusia yang bersifat kodrat. Manusia adalah makhluk berbudaya, dengan budayanya ituia berusaha mengatasi penderitaan yang mengancam atau dialaminya.
E.      PENDERITAAN, MEDIA MASA DAN SENIMAN.
Hal ini telah membuktikan oleh kemajuan teknologi dan sebagainya menyejahterakan manusia dan sebagian lainnya membuat manusia menderita.penciptaan bom atom, reaktor nuklir,pabrik senjata, peluru kendali, pabrik kimia merupakan sumber peluang terjadinya penderitaan manusia.
F.       PENDERITAAN DAN SEBAB-SEBABNYA
1.      Penderiaan yang timbul karena perbuatan buruk manusia.
2.      Penderitaan yang timbul karena penyakit, siksaan atau azab tuhan
G.     PENGARUH PENDERITAAN
Yaitu sikap negatif misal penyesalan akrena tidak bahagia, sikap kecewa, putus asa, dan ingin bunuh diri. Sikap positif yaitu sikap optimis  mengatasi penderitaan hidup.sikap positif biasanya kreatif tidak mudah menyerah bahkan mungkin timbul sikap keras atau anti.
BAB 6
MANUSIA DAN KEADILAN
A.      PENGERTIAN KEADILAN
Menurut aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Sedangkan menurut Plato manusia yang adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
B.      KEADILAN SOSIAL
Berbicara tentang keadilan tentu akan ingat tentang dasar negara kita ialah pancasila. Pada sila kelima yang berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”
Dalam uraiannya mengenai sila kelima itu bahwa “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan indonesial yang adil dan makmur”.
C.      BERBAGAI MACAM KEADILAN
a.      Keadilan legal atau keadilan moral.
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan menjaga kesatuannya.
b.      Keadilan distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bila mana hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice is done when equals are treated equally).
c.       Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum.
D.     KEJUJURAN
Artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada.
E.      KECURANGAN
Identik dengan ketidak jujuran atau tidak jujur dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar.Kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya.
F.       PEMULIHAN NAMA BAIK
Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Ada peribahasa yang berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu.
G.     PEMBALASAN
Ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain.
BAB 7
MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
A.      PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP.
Pandangan hidup itu bersifat kodrati karena itu ia menentukan masa depan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup didunia.
B.      CITA-CITA
Menurut kamus umum bahasa indonesia yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, maupun tujuan yang selalu ada dalam pikiran.
C.      KEBAJIKAN
Atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama dan etika.
Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manuisa itu baik, makhluk bermoral. Atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik .
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan.
D.     USAHA / PERJUANGAN
Adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Sebagian hidup manusia adalah usaha/perjuangan. tanpa usaha/perjuangan manusia tidak akan hidup sempurna .
E.      KEYAKINAN / KEPRCAYAAN
Yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof.Dr.Harun Nasution ada tiga aliran filsafat yaitu;
1.      Aliran Naturalisme
Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekuatan gaib yang merupakan kekuatan tertinggi.
2.      Aliran Intelektualisme
Dasar aliran ini adalah logika / akal . manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir.
3.      Aliran Gabungan
Dasar aliran ini adalah kekuatan gaib dan juga akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari tuhan, percaya adanya tuhan sebagai dasar keyakinan.
F.       LANGKAH-LANGKAH BERPANDANGAN HIDUP YANG BAIK
1.      Mengenal
2.      Mengerti
3.      Menghayati
4.      Meyakini
5.      Mengabdi
6.      Mengamankan