PENDAHULUAN
1.
LATAR BELAKANG
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
menerbitkan peraturan baru mengenai bangunan gedung cagar budaya melalui
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 01/PRT/M Tahun 2015
tentang Bangunan Gedung Cagar Budaya Yang Dilestarikan (Permen 01/2015). Peraturan ini mulai berlaku sejak 24 Februari
2015.
Permen 01/2015 adalah peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah
No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksaan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002,
yang secara khusus mengatur pelestarian bangunan cagar budaya.
PEMBAHASAN
BANGUNAN GEDUNG CAGAR BUDAYA
YANG DILESTARIKAN
Bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan adalah
bangunan gedung cagar budaya yang melalui upaya dinamis, dipertahankan
keberadaan dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya.
Setiap bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan
harus memenuhi persyaratan secara:
a. Administratif (status bangunan, status kepemilikan
dan perizinan); dan
b. Teknis (tata bangunan, keandalan bangunan dan
pelestarian)
PENYELENGGARAAN BANGUNAN
GEDUNG CAGAR BUDAYA YANG DILESTARIKAN
Penyelenggaraan bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan meliputi kegiatan:
a. Persiapan;
b. Perencanaan teknis;
c. Pelaksanaan;
d. Pemanfaatan; dan
e. Pembongkaran.
Pihak penyelenggara bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan ialah:
a. Pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dalam hal bangunan gedung
cagar budaya dimiliki oleh negara/daerah
b. Pemilik bangunan gedung cagar budaya yang berbentuk
badan hukum atau perseorangan;
c. Pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung cagar
budaya yang
berbentuk badan hukum atau perseorangan; dan
d. Penyedia jasa yang kompeten dalam bidang bangunan
gedung.
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung cagar budaya
yang dilestarikan harus mengikuti prinsip:
a. Sedikit mungkin melakukan perubahan;
b. Sebanyak mungkin mempertahankan keaslian; dan
c. Tindakan perubahan dilakukan dengan penuh
kehati-hatian.
PERSIAPAN
Kegiatan persiapan dilakukan melalui tahapan kajian
identifikasi dan usulan penanganan pelestarian. Kajian identifikasi merupakan
penelitian awal kondisi fisik dari segi arsitektur, struktur, dan utilitas
serta nilai kesejarahan dan arkeologi bangunan gedung cagar budaya. Usulan
penanganan pelestarian berupa rekomendasi tindakan pelestarian, yang disusun
berdasarkan hasil kajian identifikasi bangunan gedung cagar budaya.
Rangkaian tindakan pelestarian bangunan gedung cagar
budaya berupa;
a. Pelindungan. berupa pemeliharaan dan pemugaran yang
dilakukan dengan kegiatan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan
restorasi;
b. Pengembangan yang berupa revitalisasi dan adaptasi;
dan/atau
c. Pemanfataan.
PERENCANAAN TEKNIS
Perencanaan teknis bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan dilakukan dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota setempat dan rencana rinci yang dilakukan dengan tahapan;
1. Penyiapan dokumen
rencana teknis pelindungan bangunan gedung cagar budaya, dapat berisi:
a. Catatan sejarah;
b. Foto, gambar, hasil pengukuran, catatan, dan video;
c. Uraian dan analisis
atas kondisi yang sudah ada (existing) dan inventarisasi kerusakan bangunan
gedung dan lingkungannya;
d. Usulan penanganan pelestarian;
e. Gambar rencana teknis;
f. Perhitungan konstruksi, mekanikal elektrikal, plambing;
g. Rencana anggaran biaya; dan
h. Rencana kerja dan syarat-syarat.
2. Penyiapan dokumen
rencana teknis pengembangan dan pemanfaatan bangunan gedung cagar budaya sesuai
dengan fungsi yang ditetapkan;
a. Potensi nilai;
b. Informasi dan promosi;
c. Rencana pemanfaatan;
d. Rencana teknis tindakan pelestarian; dan
e. Rencana pemeliharaan, perawatan, pemeriksaan berkala.
PELAKSANAAN
Pelaksanaan bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan dilakukan sesuai dengan dokumen rencana teknis pelindungan
dan/atau rencana teknis pengembangan dan pemanfaatan yang telah disahkan oleh
pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta, atau Menteri
untuk bangunan gedung cagar budaya dengan fungsi khusus, berdasarkan
pertimbangan tim ahli bangunan gedung cagar budaya.
Pelaksanaan bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan yang akan mengubah bentuk dan karakter fisik bangunan gedung
tersebut dapat dilakukan setelah mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau perubahan IMB yang
dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi untuk DKI
Jakarta, atau Menteri untuk bangunan gedung cagar budaya dengan fungsi khusus.
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya pelestarian dapat dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang cagar budaya.
PEMANFAATAN
Bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan harus
dimanfaatkan dan dikelola dengan tetap memperhatikan persyaratan teknis
bangunan gedung dan persyaratan pelestarian yang dalam memanfaatkan juga harus
melakukan pemeliharaan, perawatan, dan pemeriksaan berkala. Pemilik, pengguna
dan/atau pengelola wajib melaporkan kepada pemerintah kabupaten/kota,
pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta, atau Menteri untuk bangunan gedung cagar
budaya dengan fungsi khusus apabila terjadi perubahan fungsi.
PEMBONGKARAN
Pembongkaran bangunan gedung cagar budaya dapat dilakukan
apabila bangunan gedung cagar budaya tersebut telah dihapus penetapan statusnya
sebagai bangunan gedung cagar budaya dan terdapat kerusakan struktur bangunan
yang tidak dapat diperbaiki lagi serta membahayakan pengguna, masyarakat, dan
lingkungan.
PEMBERIAN KOMPENSASI,
INSENTIF DAN DISINSENTIF
Pemerintah kabupaten/kota, pemerintah provinsi untuk
DKI Jakarta, atau Menteri untuk bangunan gedung cagar budaya dengan fungsi
khusus dapat memberikan kompensasi, insentif dan/atau disinsentif kepada
pemilik, pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung cagar budaya yang
dilestarikan untuk mendorong upaya pelestarian.
Pelaksanaan kompensasi yang bersumber dari pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi untuk DKI Jakarta, atau Menteri untuk
bangunan gedung cagar budaya dengan fungsi khusus dapat berupa imbalan uang
dan/atau bantuan tenaga dan/atau bantuan bahan sebagai penggantian sebagian
biaya pelestarian kepada pemilik, pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung
cagar budaya yang dilestarikan.
Pelaksanaan insentif dapat berupa advokasi, perbantuan
dan bantuan lain bersifat non-dana.
Dalam hal bantuan lain bersifat non-dana dapat berupa;
a. Keringanan Pajak
Bumi Bangunan (PBB) yang dapat diberikan kepada pemilik dan/atau pengelola
bangunan gedung cagar budaya, setelah dilakukan tindakan pelestarian;
b. Keringanan retribusi perizinan bangunan dan
keringanan jasa pelayanan;
c. Kemudahan perizinan bangunan;
d. Tambahan Koefisien Lantai Bangunan (KLB); dan/atau
e. Tambahan Koefisien Dasar Bangunan (KDB).
Pelaksanaan disinsentif dapat berupa;
a. Pengenaan
kewajiban membayar ganti rugi perbaikan bangunan gedung cagar budaya oleh
pemilik/pengelola bangunan gedung kepada pemerintah kabupaten/kota, pemerintah
provinsi untuk DKI Jakarta, atau Menteri untuk bangunan gedung cagar budaya
dengan fungsi khusus; dan/atau
b. Pembatasan kegiatan pemanfaatan bangunan gedung
cagar budaya.
KESIMPULAN
Pada intinya bahwa bangunan gedung cagar
budaya harus tetap dilestarikan dan dipertahankan keberadaannya dan nilainya. Dengan
cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya.
REFERENSI
http://www.hukumproperti.com/hak-guna-bangunan/bangunan-gedung-cagar-budaya-yang-dilestarikan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar